Catatan: Sebuah Refleksi

Gambar oleh: astrasatria.wordpress.com
Bagiku, menulis adalah sebuah hobi. Berangkat dari kesenangan menulis Diary, aku pun mulai menekuni aktivitas literasi ini. Dulu, sewaktu masih di Madrasah Tsanawiyah, aku suka menulis curahan hatiku dalam sebuah Diary. Ketika menuliskan cerita pribadi tersebut, ada kepuasan tersendiri yang aku rasakan.
Pernah juga membuat cerita mini dalam sisa-sisa buku tidak terpakai. Kebanyakan cerita tersebut merupakan cerita cinta seorang remaja seusiaku. Ada tentang perkenalan,  perpisahan, dan ada tentang perjodohan. Beberapa tahun lalu, sewaktu aku masih aktif menjadi mahasiswa, aku sempat melihat dan membaca buku itu. Ada perasaan aneh, lucu, naïf, dan terlebih, ada perasaan malu setelah membacanya.
Sepertinya waktu itu aku lebih mengedepankan rasa maluku, sehingga aku putuskan untuk membakar semua Diary dan semua buku-buku yang berisi karya naifku. Tapi setelah aku pikir-pikir sekarang, untuk apa malu dengan hasil karyaku sendiri. Bukan kah buku itu adalah saksi sejarahku mulai menulis. Sayang, sekarang tidak ada gunanya lagi menyesal. Buku-buku itu telah menjadi debu.
Sewaktu masih duduk di Madrasah Aliyah, sempat memberanikan diri menulis di Mading dan bulletin sekolah. Menulis opini bebas, cerpen, hingga puisi. Ada kepuasan tersendiri ketika karyaku dimuat. Bulettin-bulettin yang memuat – lagi-lagi – karya naifku masih ku simpan dengan baik. Ia adalah saksi sejarah yang tak boleh hilang, apalagi ku bakar.
Sekarang, aku mulai berpikir dan bertanya, kenapa dan untuk apa aku menulis ? Berbagai jawaban yang muncul semuanya aku benarkan.
Aku ingin terkenal lewat tulisan. Iya, memang demikian adanya. Meski hanya terkenal di lingkungan kampus semasaku, tak masalah. Yang penting terkenal. Terkenal di kalangan dosen tanpa perlu menjadi ‘penjilat’ adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagiku.
Aku ingin kaya lewat tulisan. Jelas iya. Tidak ada manusia biasa yang tidak ingin kaya. Selama ini, saya sempat mengirim tulisan ke beberapa media nasional dengan tujuan mendapat honor dari tulisan itu. Tapi Alhamdulillah, tulisanku belum layak muat satu pun. Aku juga bercita-cita menjadi novelis kaya seperti Habiburrahman El-Shirazy.  Hanya saja, sampai saat ini, usahaku dapat dipastikan belum sekuat dia. Makanya setiap novel yang ku mulai, tak satu pun mampu ku selesaikan.
Aku ingin banyak teman. Pasti. Karena banyak teman itu enak. Tidak kesepian, kadang-kadang ada yang mentraktir makan juga (hehe). Dan selama ini, teman-temanku banyak. Tapi dasar aku orangnya pelupa, tak jarang aku lupa terhadap teman yang, terutama, baru kenalan dan bertemu sekali. Kecuali orang itu memberi kesan yang cukup bagi diriku. Orang yang pada perkenalan pertama cukup berkesan, akan mudah aku ingat. Makanya, siapa pun yang berkenalan denganku dan tidak ingin ku lupakan, usahakan memberi kesan yang cukup dan baik tentang diri kalian. J
Namun, apa pun alasan dan tujuanku menulis, jauh dari lubuk hatiku yang paling dalam, (cieee), alasanku menulis karena aku suka menulis. Tujuanku menulis tak lain hanya untuk memuaskan hasratku, dan setelah kepergianku nanti, aku ingin dikenang lewat tulisan-tulisanku. Tulisan-tulisan yang menggerakkan, tulisan-tulisan yang menggugah, sehingga pembacaku akan selalu mengingatku. Semuga…

0 Response to "Catatan: Sebuah Refleksi"

Posting Komentar