Sudah Shalat Kok Maksiat ?

Gambar oleh ekoprasetyoblog.wordpress.com
Shalat Terus Maksiat Jalan (STMJ), sebenarnya sudah menjadi isu lawas. Tapi semakin lama, bagi saya isu tersebut justru semakin menarik. Ini karena fenomena STMJ semakin banyak dan sering dijumpai. Bahkan saya pun tidak memungkiri fenomena STMJ terjadi pada diri sendiri.
Sudah shalat tapi masih berani berbohong. Sudah shalat tapi masih saja ghibah. Sudah shalat tapi masih saja KKN. Sudah shalat tapi masih saja tidak peduli dengan kepapaan orang lain. Sudah shalat tapi tetap malas untuk beribadah sunnah. Kalau kita pernah bertafakur tentang shalat kita, ini pasti ada yang salah dengan ibadah yang utama ini.

Allah telah mengungkapkan dalam Al-Qur’an Surat Al-‘Ankabuut ayat 45 :

….( žcÎ) no4qn=¢Á9$# 4sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍s3ZßJø9$#ur 3 ãø.Ï%s!ur «!$# çŽt9ò2r& 3 ª!$#ur ÞOn=÷ètƒ $tB tbqãèoYóÁs? ÇÍÎÈ    

Artinya : Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dalam hadist, dari Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah SAW. mengatakan "Shalat tidak lah bermanfaat kecuali jika shalat tersebut membuat seseorang menjadi taat" (H.R. Ahmad)
Jika kita – sekali lagi – mentafakkuri shalat kita yang seperti tidak membawa pengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Yakin lah, bahwa shalat kita perlu diperbaiki. Di antara penyebab shalat tidak membawa pengaruh positif dalam kehidupan kita antara lain :

1.             Syarat rukun tidak terpenuhi. Bisa saja dalam keadaan shalat, aurat kita terbuka, tapi kita tidak sadar. Atau kita dalam keadaan hadast tapi malah lupa. Oleh karena itu, persiapan sebelum shalat sangat diperlukan. Seperti berwudhu’ kembali saat akan melakukan shalat, meski sebelumnya kita merasa masih dalam keadaan suci dari hadast.
2.             Shalat tidak khusu’. Raga kita memang shalat, tapi pikiran melayang ke mana-mana. Ke tempat kerja, ke pekerjaan yang belum selesai, atau malah melayang ke seseorang nan jauh di sana. Shalat bukan hanya aktifitas raga, tetapi penyatuan antara jiwa dan raga. Untuk mencapai kekhusu’an dalam shalat, kita harus mempersiapkan hati kita sejenak sebelum shalat. Misal, dengan memperbanyak menyebut asma Allah dalam hati. Ketika shalat, senantiasa menjaga agar Allah hadir dalam jiwa kita.
3.             Makan harta haram dan syubhat. Makanan haram itu menjadi darah dan daging bagi orang yang memakannya. Dalam hal ini, makanan haram yang saya maksud adalah cara memperoleh makanan itu, bukan haram karena dzat makanannya. Jika kita mencontoh Rasulullah, sahabat, dan ulama, makanan syubhat (tidak jelas keharaman atau kehalalannya) saja tidak mau mereka makan. Apalagi makanan haram. Dengan kehati-hatian mereka tidak salah manakala shalat mereka tercermin dalam akhlak yang mulia. Rasulullah SAW. bersabda : "Ketahuilah bahwa suapan haram jika masuk ke dalam perut salah satu dari kalian, maka amalannya tidak diterima selama 40 hari." (H.R. At-Thabrani).

Tulisan ini bermaksud mentafakuri, apakah shalat kita sudah benar atau belum. Apakah shalat kita sudah termanifestasi dalam akhlak yang mulia atau belum ? Semua dimulai dari usaha. Dan yang terpenting, komitmen untuk membuat shalat kita menjelma menjadi pribadi yang baik.

“Jika hendak melihat shalat kita, maka lihatlah akhlak kita. Begitu pula sebaliknya.”

0 Response to "Sudah Shalat Kok Maksiat ?"

Posting Komentar